Pertemuan 16
Program pendidikan layanan anak cerdas berbakat istimewa
Pengertian keberbakatan dalam pengembangannya telah mengalami berbagai perubahan dan kini pengertian keberbakatan selain mencakup kemampuan intelektual tinggi, juga menunjuk kepada kemampuan kreatif. Bahkan menurut clark (1986) kreativitas adalah ekspresi tertinggi dari keberbakatan.
Keberbakatan dipengaruhi oleh berbagai unsur kebudayaan bahkan sementara ahli berpendapat bahwa sifat-sifat anak berbakat itu bercirikan culture bound (dibatasi oleh batasan kebudayaan). Dengan demikian, ada dua petunjuk kunci dalam mengamati dan mengerti keberbakatan ini, sebagai berikut : (1) Keberbakatan itu adalah ciri-ciri universal yang khusus dan luar biasa yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil interaksi dari pengaruh lingkungan; (2) Keberbakatan itu ikut ditentukan oleh kebutuhan dan kecenderungan kebudayaan di mana seseorang yang berbakat itu hidup.
Jadi pengertian bakat istimewa lebih menekankan kepada minat, kemampuan dan bakat siswa diaspek psikomotor baik berupa seni maupun olah raga. Walaupun pada kenyataannya sangat dimungkinkan ada siswa yang memiliki kecerdasan dan bakat yang istimewa. Sementara siswa cerdas istimewa lebih bernuansa akademis dengan adanya salah satu indikator prasyarat IQ diatas 130.
Beberapa indikator deteksi dini seorang siswa memiliki bakat istimewa dibidang seni maupun olah raga adalah tentang pengetahuannya dibidang yang digeluti, minat dan motivasi, produk/hasil karya dan sensitifitas/sensibiltas-nya dalam mengapresiasi hasil karya.
Indikator diatas diperkuat oleh adanya prestasi yang dianalisa tingkat kesukaran dan kompetitornya dalam setiap kompetisi yang diikuti. Hal ini menunjukkan bahwa sasaran layanan ini adalah siswa yang benar-benar memiliki minat, bakat, motivasi dan prestasi yang sangat tinggi dibidangnya masing-masing.
Untuk melaksanakan layanan pendidikan terhadap anak berbakat istimewa, sekolah memang juga tidak semestinya berbuat serampangan, asal jadi dan sekedar mencari sensasi, apalagi untung rugi. Kalau itu yang terjadi maka bukan hanya akan rugi sendiri, merugikan masyarakat, dan yang lebih membahayakan adalah lahirnya siswa anak bangsa dari salah asuh. Dampaknya tidak hanya sekedar individu, namuan juga jiwa bangsa itu sendiri.
Untuk itu maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh sekolah yang akan melaksanakan layanan terhadap siswa bakat istimewa, diantaranya : Standarisasi siswa berbakat istimewa masih belum ada yang baku sehingga dikhawatirkan apabila guru yang melakukan seleksi tidak memahami perbedaan antara siswa berbakat dan berbakat istimewa, maka input program keberbakatan akan menjadi bias. Berbeda dengan layanan cerdas istimewa, walaupun masih menjadi perdebatan, namun alat ukur yang secara umum diterima adalah psikotest dengan standar IQ,TC dan EQ yang telah ditetapkan pula ; Bentuk layanan yang akan dilaksanakan, apakah berbentuk sekolah bakat istimewa, kelas bakat istimewa atau bentuk inklusi. Sekolah khusus bakat akan sulit dilaksanakan oleh sekolah yang telah mapan menjadi sekolah umum. Sekolah umum akan lebih mudah melakukannya dalam bentuk kelas khusus, yaitu melakukan pengelompokan siswa bakat istimewa dari siswa lainnya untuk menerima materi keberbakatan lebih banyak ketimbang pelajaran lainnya. Atau siswa akan tetap belajar bersama dengan siswa lainnya namun di jam tertentu mereka akan dipisah untuk menerima materi keberbakatan yang lebih intensif ; sumber daya manusia pelaksana, guru pada umumnya belum dipersiapkan untuk menjadi pelatih profesional. Guru dipersiapkan dengan materi baku dan standar umum yang terangkum pada kurikulum nasional. Dimana materi lebih menekankan pada keterampilan dasar saja, sehingga sekolah belum dapat secara maksimal mencetak atlet, seniman dan produk yang menggambarkan kemampuan siswa itu sendiri. Namun hal tersebut bisa disiasati dengan melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan non formal yang ada disekitar sekolah misalnya, sanggar seni, klub olah raga atau seniman local ; Sarana prasarana pendukung, berbicara fasilitas berarti bicara anggaran yang cukup besar. Padahal sarana untuk siswa berbakat istimewa tidak hanya terbatas pada kelas dan segala alat pendukungnya, namun juga sarana keberbakatan itu sendiri, seperti sanggar, aula, alat musik, alat seni lainnya dan tenaga pengajar. Sementara dipihak lain, lembaga pendidikan non formal akan sulit melakukan kerjasama apabila hal tersebut akan merebut pasar mereka sebagai sanggar atau klub. Karena yang dilayani ini bukan siswa biasa, maka memang keberadaan sarana prasaran menjadi sesuatu yang mutlak. Anggapan ”memanfaatkan apa yang ada” hanya akan menjadi kendala perkembangan bakat mereka. ”memanfaatkan apa yang ada” mungkin bisa dilaksanakan pada siswa reguler atau kelas dengan bakat rata-rata, namun untuk siswa bakat istimewa hal tersebut tidak bisa dilakukan ; Kurikulum, materi untuk kelas bakat istimewa. Masih menjadi perdebatan pada saat workshop layanan bakat istimewa tingkat nasional yang diselenggarakan di Jogja tanggal 10-13 Maret 2009 yang lalu, apakah muatan keberbakatannya itu harus 100% dengan menyerahkan aspek lainnya di luar jam sekolah atau dengan komposisi 70% materi keberbakatan dan 30% materi umum. Perbedaan komposisi ini akan otomatis merubah kurikulum yang telah ada sekarang ini. Dengan adanya KTSP, maka peluang sekolah dan guru untuk melakukan penyesuaian kurikulum bukan lagi masalah.
Minggu, 03 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar